Sabtu, 16 Oktober 2010

Hakikat Manusia Dalam Hukum Pidana Islam

HAKIKAT MANUSIA DAN EKSISTENSI  HUKUM PIDANA ISLAM
DALAM SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL
Oleh:Syahrul Anwar
Abstraksi
Allah menciptakan hukum untuk mengatur hak dan kewajiban manusia guna menghendaki terjadinya kedamaian dengan sesama makhluk, Hukum Pidana Islam adalah hukum yang mengatur tindak pidana, akan tetapi hukum pidana Islam dipandang sebagai hukum yang tidak berkembang dan telah mati karena menyajikan qisash dan hudud yang dianggap sebagai hukuman sadis dan tidak manusiawi. Padahal semua umat Islam meyakini  bahwa hukum Islam adalah hukum yang universal, rahmatan lil alamin.
Umat Islam terikat untuk patuh dan tunduk pada hukum agama, termasuk hukum pidana Islam. tetapi, kenyataanya hukum pidana nasional masih bernuansa hukum Kolonial, sehingga timbul pertanyaan Bagaimana hakikat manusia dalam hukum pidana dan hakikat hukum pidana Islam dalam filsafat hukum Pancasila?, epistemologi hukum pidana Islam?, prinsip hukum pidana Islam dan Pancasila?tranformasi materi hukum pidana Islam Kedalam KUHP nasional? Dan Reaktualisasi hukum pidana Islam dalam sistem huum pidana nasional.  
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah  metode kualitatif menghasilkan data deskriftif jenis analisis dokumen, dengan pendekatan multidisipliner  pada bidang Filosofis, Maqashid, dengan menggunakan teori hakikat kemudian menggunakan midel teori ijtihad, teori cybernetics, teori negara hukum dan Teori Tujuan  oprasional teori kriminologi, teori hukum pidana, teori penerapan hukum Islam Indonesia.
Hakikat manusia adalah manusia adalah kehendak Tuhan, manusia bertugas sebagai khalifah dan beribadah maka hakikat manusia adalah benda fisikal yang mengalami perubahan, manusia berinteraksi secara antropologis dan sosiologis sehingga menimbulkan hak dan kewajiban, Sistem hukum nasional harus dibangun berdasarkan cita-cita bangsa, tujuan negara, yang terkandung dalam Pembukaaan UUD 1945 Hukum Nasional terdiri dari sistim hukum, Kolonial, Adat dan Hukum Agama (Islam). meliputi Struktur, Substansi, dan Kultur, hukum harus berdasarkan pancasila dan ketuhanan, (tauhidullah)  Ilmu Hukum Pidana Islam bersumber dari wahyu yang mathlu (al-Qur’an) dan wahyu yang ghaer mathlu (al-Hadits), termasuk katagori ilmu Fiqih Mu’amalah, hukum Pidana Islam tidak akan tegak kecuali dengan terbentuknya “Negara” ilmu hukum pidana Islam erat kaitannya dengan ilmu politik dan Tata Negara sebagai ilmu penyelenggara institusi Negara. Ilmu Hukum Pidana Islam t bagian hukum Publik  yang penegakannya membutuhkan penguasa (ulil amri), Sejak 1977 telah membentuk sebuah tim yang bertugas menyusun konsep (RUU KUHP) Nasional, pengembangan hukum menggunakan: 1.Pemahaman baru Kitabullah, 2.Pemahaman baru Sunah” 3)Pendekatan ta’aqquli (rasional) 5.Penekanan zawajir, 5. Ijmak 6.Masalik al-‘illat 7.Masalih mursalah 8.Sadd az-zari’ah 9.Irtijab akhalf ad-dararain 10.Keputusan waliyy al-amr” Qishash adalah al-musyawah wa ta’adul,

A.Pendahuluan
            Manusia adalah bagian dari kesatuan totalitas alam yang sinergis dengan proses peradaban, manusia mempunyai kedudukan yang unik karena mempunyai akal yang berfungsi melakukan interpretasi proses kehidupan, akal menjadikan manusia ekslusif dari makhluk lainnya, akal itu merdeka dan abadi dalam wataknya yang esensial, akal adalah kekuatan tertinggi dari jiwa insaniyah.[1]  Manusia mempunyai kelebihan dibandingkan dengan benda-benda alam lainnya seperti gunung dan lautan dengan diberikan amanat untuk mengurus muka bumi (menjadi khalifah),[2] Manusia diperintah untuk menjadi pemimpin di muka bumi, kepemimpinan manusia meliputi jagat raya serta isinya, makhluk hayati mupun non hayati, hal ini menunjukan bahwa manusia sebagai makhluk penting di dunia. Kehidupan manusia mempunyai daya pemicu yang  berupa gerak (al-harakah) yang berfungsi mengambil  yang bermanfa'at dan menolak yang merusak, al-harakah dalam diri manusia untuk meraih kebahagian di dunia dan akhirat (مصالح العباد في الد نيا والأخره).[3]
Manusia dalam perjalanan hidupnya diwarnai dengan pengetahuan dan keyakinan, manusia baru akan mencapai suatu pengetahuan apabila memulainya dari pintu keyakinan termasuk keyakinan dalam beragama seorang yang mempelajari ilmu agamanya tidak akan sampai kepada pengetahuan  dalam ilmu agama jika ia tidak terlebih dahulu meyakini kebenaran ajaran agamanya.[4]  Pelaksanaan hukum dalam masyarakat  baru dapat  dilaksanakan kalau masyarakat sudah memiliki keimanan yang kuat, memiliki rasa keadilan yang tinggi bertaqwa kepada Allah Swt, dan menjunjung tinggi nilai kebenara.[5] Manusia memiliki Sifat bawaan, (fitrah),
Manusia diciptakan Allah Swt mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid, kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidak wajar, kecuuali kalau sudah terpengaruh oleh lingkungan,  hadits Nabi berbunyi "Setiap orang yang dilahirkan ada dalam keadaan fitrah kedua orang tuanyalah yang menjadikanya seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi".[6]  Fitrah merupakan bawaan manusi sejak lahir  meliputi tiga potensi, pertama Quwwat al-'Aql yaitu potensi intelektual kedua Quwwat al-Ghadab Potensi defensive ketiga Quwat Syahwat  potensi opensif, akal adalah potensi tertinggi manusia yang berfungsi untuk mengetahui Allah (marifat) serta mengimaninya gadhab berfungsi defensive untuk menghindarkan diri secara naluriah dari segala yang membahayakan oleh karena itu daya ini seringkali disebut al-Quwat al-Dâfiiyah secara harfiah berarti daya defensive, syahwat berfungsi sebagai daya opensif yang berfungsi mengintrodusir objek-objek yang menyenangkan[7]
Pada pertengahan abad ke 19 di Itali munculah teori "Atavisme" dan tipe penjahat. Tokohnya C. Lambroso menyatakan “Manusia yang pertama adalah penjahat dari semenjak lahirnya (beden wilden)” Lambroso merumuskan bahwa orang laki-laki adalah "penjahat" dari sejak lahirnya (pencuri, suka memperkosa, pembunuh) dan perempuan adalah pelacur.[8] Pada Pertengahan Abad ke XX lahirlah aliran kriminologi kritis dipelopori oleh Toyar dan Jue Young berkembang di Inggris & Amerika Serikat menyatakan kekuasan adalah penyebab dari kejahatan maka Negara harus bertanggung jawab atas merebaknya kejahatan. [9]
Hukum Islam adalah mengandung kemaslahatan[10] sehingga senantiasa relefan dengan situasi dan kondisi  masyarakat itu berada, hukum Islam mempunyai tujuan penciptaan hukum yang pada hakikatnya  sebagai  tolak ukur bagi manusia dalam rangka mencapai kebahagiyaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan hukum Islam dari segi fitrah dan potensi manusia itu  sebagai berikut:
Potensi Manusi
Potensi  Manusia
Fungsi Daya Manusia
Tujuan
Aql (Intelektual)
Mengetahui&mengesakan Allah
Tuntunan dan keridlan Allah
Syahwat
Menginduksi objek menyenagkan
kebahagian hidup
Gadlab
Mempertahankan kesenangan
Kebahagiaan
Tujuan dari peringkat kepentingan bagi manusia yaitu:
1.    Tujuan Primer (al-Dlarury) harus ada dalam kehidupan Manusia,
2.    Tujuan Skunder (al-Haajiy) jika tidak ada menimbulkan masyaqa.
3.    Tujuan Tertyier (al-Tahsiniy), pelengkap akhlak . [11]
Substansi hukum Islam yang paling penting adalah tujuan hukum Islam untuk membentuk sebuah kemaslahatan bersama bisa tercapai?, ukuran kemaslahatan mengacu pada ilmu ushul fiqh al-kulliyatul khams (lima pokok pilar) atau Maqashid al-Syari’ah (tujuan-tujuan universal syari’ah Islam). Lima pokok pilar tersebut adalah;1) Hifdz al-Dien, menjaga ajaran agama, 2)Hifdz al-Nafs, memelihara kelangsungan hidup, 3) Hifdz al-‘Aql, kreatifitas berpikir & berekspresi, 4)Hifdz al-nasl, menjaga kehormatan & keturunan, 5)Hifdz al-maal, pemilikan harta. Kelima maqashid ini kemudian diikat dengan hifdz ummah tujuan memelihara ummat manusia.[12]
Abdul Qadir Audah membagi perbuatan manusia yaitu;
1.      Perbuatan sebagai hak Allah murni, seperti shalat zakat dalam pidana adalah merampok, mencuri dan Zina.
2.      Perbuatan sebagai hak perorangan murni, misal, utang dan penghinaan, dijatuhi hukuman jika ada pengaduan pihak korban.
3.      Perbuatan yang melanggar hak jamaah dan hak adami namun hak jamaah lebih dominan (menuduh zina dan mencemarkan Agama)
4.      Perbuatan perbuatan yang melanggar hak jama’ah dan hak adami namun hak adami lebih dominan misalnya pembunuhan[13]
Hukuman yang diancam terhadap tindak pidana itu terkadang berupa hâd (jamaknya hûdud) dan adakalnya berupa ta'zir Menurut Abu Zahrah hâd adalah semua jenis hukuman yang telah ditentukan  dalam al-Qur'an dan al-Sunah, karenanya masuk kedalam pengertian hukum hâd adalah hukum Qisash dan diyat. Peraturan ini disebut Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah Al-Tasyri al-Jina'i).[14]
Indonesia sebuah negara kepulauan yang mayoritasnya adalah  beragama Islam Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun gambaran singkat tersebut adanya pluralitas sistem hukum yang berlaku, terdapat tiga sistem hukum merupakan konsekwensi[15] Sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah terdiri dari tiga sistem hukum yakni hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Kolonial  dengan segala perangkat dan persyaratan siapa saja dan dalam aspek atau esensi apa saja yang harus mematuhi hukum dari ketiga sistem hukum tersebut.[16] ketiga sistem hukum tersebut dalam pengertian diamis akan menjadi sistem Hukum Nasioinal, Reaktualisasi pemikiran  hukum sebagai upaya pergerakan untuk menjadikan sesuatu konsep hukum dikaji secara aktual dan tidak merubah nilai dasar dari sesuatu yang diperbaharui,[17] maka aktualisasinya melalui pemikiran sikap mental prilaku meliputi ilmu iman dan amal.[18]
Hukum Pidana Islam perlu menjadi sumber materi hukum pidana nasional disamping sumber lainnya seperti hukum adat dan hukum kolonial, upaya mengakomodasi materi hukum pidana Islam merupakan perjuangan untuk membentuk hukum pidana nasional, dalam Demokrasi Pancasila yang paling penting adalah peraturan perundang-undangan yang dijiwai  semangat demokrasi Pancasila. yang menjadi idiologi bangsa Indonesia, pancasila berfungsi sebagai pelaksanaan amar makruf dan nahi munkar, negara tidak terpisahkan dari bangsa dan negarapun tidak terlepas dari pemerintahan.  Pemahaman ajaran Islam sesuai dengan bi'ah (lingkungan), Zuhruf (kondisi) ke-Indonesiaan, seperti Wilayah, bahasa dan bangsa kemudian disebut Wawasan Nusantara, Pancasila Undang-Undang Dasar 1945 Demokrasi Pancasila dan kemajemukan di Indonesia. Objektivikasi, reinterpretasi, reaktualisasi dan konstruksionalisasi membawa sinergi paham keagamaan & kebangsaan dalam formulasi nasional, berisi keagamaan dan keindonesiaan serta  keIslaman. [19]
Menegakan hukum Islam adalah suatu keharusan,[20] termasuk Hukum Pidana Islam yang dikesani sadis, dehumanis dan tidak manusiawi, maka perlu diteliti Hakikat Manusia dan Eksistensi Hukum Pidana Islam dalam Sistem Hukum Pidana Nasional.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam keadaan fitrah, mengandung potensi untuk menciptakan kedamaian dan kemungkinan terjadi kejahatan. demi keharmonisan dan keadilan beradab, maka hukum Pidana Islam menyajikan hukuman qisash dan hudud, namun sebagaian orang menganggap sebagai hukuman yang sadis dan bertentangan dengan kemanusiaan padahal umat Islam meyakini hukum Islam adalah universal(rahmatan lil alamin). Sementara di Indonesia hukum Islam adalah sub sistem dari hukum nasional.
Masyarakat Indonesia harus tunduk dan patuh kepada hukum agama yang dianutnya, termasuk hukum pidana, mengingat mayoritas masayarkat Indonesia beragama Islam, maka konsekwensi logisnya berlakunya hukum pidana Islam yang dilandasi semangat pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 yang menghendaki kedaulatan Tuhan yang implementasinya bertujuan pada keadilan dan kemanusiaan beradab serta kehidupan yang makmur dan sejahtera. 
Masalah penelitian ini dalam pertanyaan sebagai berikut:Bagaimana hakikat manusia dalam hukum Pidana?  Bagaimana hakikat hukum pidana Islam dlm filsafat hukum Pancasila? Bagaimana epistimologi  Hukum Pidana Islam? Bagaimana prinsip-prinsip hukum pidana Islam dan Pancasila? Bagaimana tranformasi materi hukum pidana Islam ke-dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional? Bagaimana reaktualisasi materi hukum pidana Islam dalam sistem hukum pidana nasional?

C. Kerangka Teoritis
1). Grand Teori “Teori Hakikat”
=Teori Hakikat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a.    Hakikat adalah sesuatu yang ada (Materialisme, idealisme,dualism & Agnostisisme)
b.    Hakikat Berkaitan dengan alam yang berakibat Perbedaan Ruang dan Waktu dan menelusuri asal kejadian, Proses Kejadian dan tujuan kejadian.
c.    Hakikat menetapkan manusia sebagai subjek sehingga hakikat berorentasi pada manusia baik kelompok maupun perorangan.
d.   Hakikat berhubungan dengan kehendak Tuhan maka hakikat memerlukan proses transcendental. berkaitan dengan keagamaan Iman dan Ibadah
2). Midle Range Teori
a). Teori Ijtihad (Tasyri)
Teori  Ijtihad memenuhi unsur-unsur sebagai berikut
-.Pengerahan kemampuan dengan sunguh-sungguh
-.Tujuan memperoleh hukum syar'i yang bersifat amali dari dalil-dalil dzani
-.Tidak bertentangan dengan Ruh hukmi Syar'i
-. Berorintasi pada Kemaslahatan 
b). Teori Cybernetics
Teori Cyibernetic menjelaskan kedudukan hukum dalam masyarakat bersumber dari Teori Talcott Parsons yang mengemukakan tentang kerangka masyarakat, tindakan individu[21] sistem memiliki fungsi primer yaitu integrasi, mempertahankan pola, mencapai tujuan adaptasi yang dibatasi realitas dan alam fisika, sebagai berikut:
Hubungan Cybernetic
Realitas  Terakhir
Tingkat informasi Tinggi   (Kontrol)
Hukum Pidana Islam

Pidana Islam

Hukum Pidana Adat

Pidana Adat

Hukum Pidana Kolonial

Pidana Kolonial

Lingkungan fisik-organis
Tingkat Energi Tinggi  (Kondisi)

c). Teori Negara Hukum     
Konsep Negara Hukum Pancasila bersumber dari Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Kalimat itu ialah "Indonesia ialah Negara  yang berdasarkan atas  hukum (rechtsstaat) tidak atas kekuasaan  (machtsstaat)"[22]
d). Teori Tujuan Hukum 
   Teori Tujuan  Pertama Tujun Menurut Hukum Islam kedua tujuan menurut Hukum Pidana, untuk mewujudkan dan memelihara kemaslahatan umat manusia demi kebahagiaan  dunia dan Akhirat.[23]
3). Oprasional Teori
a). Teori Kriminologi
b). Teori Hukum Pidana  a). Teori Teritoril Hukum Pidana Islam dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah b). Teori Zawajir(pencegahan) dan Jawâbir(paksa’an) bersifat preventif (pencegahan) atau paksaan (balas dendam), c). Teori Pema'afan  
c).Teori Penerapan Hukum Islam di Indonesia (Taqnin) Teori Normativitas hukum Islam dan Teori Adaptabilitas Hukum Islam Teori Receptie in Complexu[24] Teori Receftie A. Contario
D.  Metode Penelitian
            Metode penelitian dalam penulisan ini adalah  metode kualitatif sebagai penilaian yang menghasilkan data deskriftif[25] jenis analisis dokumen, yang bertujuan menggambarkan sifat suatu keadaan  berjalan pada saat penelitian dilakukan  dan memeriksa sebab-sebab suatu gejala tertentu, objek penelitian hukum normatif dengan pendekatan perbandingan sistem hukum pidana islam, dan pidana kolonial [26] Fokus kajian Hakikat manusia dan Eksistensi Hukum Pidana Islam dalam Sistem Hukum Pidana Nasional, penulis menggunakan pendekatan konseptual dengan multidisipliner[27] pada tiga bidang ilmu 1)Pendekatan Filosofis, 2) Pendekatan Maqashid (Tujuan Hukum Islam) 3)Pendekatan Adat .[28]             

E. Tinjauan Pustaka
            Penelitian yang sudah menyinggung topik  ini  yaitu :
1.Ibrahim Hoesen "Jenis-jenis hukuman dalam hukum Pidana Islam
2.Umar Sihab "Hukum Islam dan Objektivikasi Pemikiran",[29].
3.Muh. Amin Suma, "Pidana Islam Di Indonesia Peluang Prospek dan Tantangan"[30]
4.Ahmad Sukarja "Posisi Hukum Pidana Islam Dalam Peraturan Perundang-undangan dan Kontek politik hukum Indonesia".[31]  
5.Abdul Gani Abdullah, "Eksistensi Hukum Pidana Islam dalam Reformasi Sistem Hukum Nasional".[32]
6.Topo Santoso "Membumikan Hukum Pidana Islam" "[33]
7.Makhrus Munajat "Dekonstruksi Hukum Pidana Islam"[34]
8.Ali Abdurrahman "Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Islam dan kebijakan Pidana Di Indonesia" tulisan Ini mengungkap pidana mati dalam hukum Islam serta meneliti hukum pidana Islam dalam kebijakan nasional, dengan menggunakan teori syahadah/ kredo[35].

F. Hasil Penelitian
1. Manusia Sebagai Subjek Hukum Pidana
Manusia mempunyai naluri beragama tauhid, hakikat manusia adalah jiwa (pikirannya),  Idealisme, Spiritualisme, dan Rasionalisme, sebagai hakikat dari manusia adalah ragawi: Materialisme, Empirisme, dan  Sensisme, Terdapat beberapa pemikiran tentang hakikat manusia yaitu Cosmologi, "alam fisika", Antropologi, “hakikat manusia Interaksi Sosial” dan  Teodesi hakekat manusia adalah kehendak Tuhan  manusia sebagai zoon politikon (makhluk yang hidup dalam polis), Socrates menyebutkan eudaimania (kebahagiaan sebagai cita-cita politik). Zaman Renesance menempatkan manusia sebagai pusat dalam kehidupan Pada zaman Renaissance masyarakat sebagai pangkal dari cita-cita politik yang diwujudkan oleh negara pada zaman Aufklarung konsep kekuasaan yang berdaulat mutlak, Manusia adalah makhluk yang bertugas sebagai khalifah dimuka bumi, manusia berasal dari tanah Jasad diciptakan dari unsur kimiawi dari tanah Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa, Aqal adalah daya fakir dan Qolb. Hukum Islam adalah kesatuan sistem yang tidak terpisahkan mengajarkan sosialisasi hukum sejak kelahiran anak, adzan pada ditelinga kanan dan iqamat ditelinga kiri,  Manusia berkewajiban mengabdi pada Allah yang memiliki aturan "Hukum" dan rakyat berkewajiban melaksnakan aturan "Tugas"  Beribadah dan Menjadi Khalifah  Hakikat manusia adalah benda fisikal yang mengalami perubahan manusia berinteraksi secara antropologis dan sosiologis sehingga menimbulkan hak dan kewajiban, manusia yang terdiri dari jasmani dan ruhani, manusia sebagai makhluk yang diciptakan yang Mahakuasa (Allah Swt), mengetahui ada hakikat akhir kehidupan ini, maka  manusia adalah “makhluk social yang berketuhanan”. Manusia memiliki sifat individu dan sosial, individunya aliran 1)Individualisme 2)Liberalisme. sifat sosialnya aliran ini: 1)Altruisme, 2)Sosialisme, Manusia harus berbuat baik pada sang pencipta dan sesama manusia, akan tetapi pada kenyataannya tidak sedikit manusia yang melakukan perbuatan jahat, menurut teori kriminologi  1.Teori Kelasik manusia berbuat jahat karena melanggar perjanjian social. 2)Teori Positif  Maka manusia jahat karena bawan sejak lahir. 3Teori Sosiologi Manusia jahat karena dipacu oleh situasi yang tidak pastian, lingkungan yang tidak normal dengan aturan-aturan hukum yang tidak terbina maka memicu manusia berlaku kejahatan, 4.Teori Defense School,  menitik beratkan studi kejahatan pada aspek moral dan nilai kemanusiaan yang bersifat abstrak, kekuasan adalah penyebab dari kejahatan 5) teori Hukum Islam, manusia "fitrah"  manusia jahat akibat  pengaruh lingkungan. kerusakan dunia  akibat perbuatan jahat "Telah lahir kerusakan di daratan dan lautan, hasil perbuatan tangan manusia sendiri." kejahatan disebabkan oleh manusia yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap orang lain. Kebebasan Moral individu yang terlepas dari Norma Agama
2. Hukum Pidana Islam dalam Sistem Hukum Pancasila
Hakikat Hukum Pidana adalah sistem norma/kaidah yang hidup ditengah masyarakat, Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan, kesusilaan, agama dan hukum yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat, kepentingan individu (hukum privat) kepentingan  negara (hukum publik). Hukum sebagai gejala social yang bertujuan mengusahakan adanya keseimbangan dari berbagai kepentingan Proses interaksi anggota masyarakat untuk mencukupi kepentingan hidupnya, perlu dijaga oleh hokum, Hukum  pidana  adalah untuk menentukan perbuatan yang dilarang disertai ancaman/sanksi, dijatuhkan sanksi,  bagaimana cara pengenaan pidana. Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara. kemudian dinamakan Perbuatan Pidana atau Delik. Perbuatan Pidana adalah bertentangan dengan ketertiban masyarakat dan melanggar/melawan hukum serta merugikan masyarakat. Hukum Pidana Islam menganut teori adaptabilitas  yaitu hukum Islam beradaptasi demi mewujudkan kemaslahatan manusia, dengan presfektif Simpatis Partisipatoris atau Kritis Emansipatoris. simpatis partisipatoris: hukum pidana islam mampu merespon perkembangan zaman dan lebih jauh ia harus mampu mendorong proses pembangunan yang dijalankan oleh Negara. Ibrahim Hosen yang mengajukan konsep jawabir dan dan zawajir dam hukum Pidana Islam. Presfektif kedua  kritis emansipatoris hukum Islam sebagai medium keritis social, hukum Pidana Islam dihadirkan  sebagai sarana yang bisa digunakan untuk mengkeritisi kebijakan Negara dan sekaligus mampu memberdayakan potensi masyarkat dalam berhadapan dengan Negara Teori Imam Abu Hanifah bahwa Syari'at Islam diterapkan atas jarimah-jarimah yang diperbuat dinegeri Islam yakni didaerah territorial negeri islam. Berdasarkan teori ini  maka hukum Pidana Islam harus disesuaikan dengan wilayah daerah hukum itu diterapakan, setiap wilayah memiliki budaya yang berbeda sehingga  praktek hukum pidana islam di jazirah  Arab akan berbeda dengan  hukum Pidana Islam diIndonesia, karena hukum pidana Islam memiliki nilai kemaslahatan sesuai dengan lingkungannya. Teori Maqashid 1)-Hifdz al-Din 2). Hifdz al-Nafs 3). Hifdz al-Aql 4). Hifdz al-Nasal 5). Hifdz al-Maal dan 6). Hifdz al-Ummah. Pancasila merupakan harmonisasi nilai dan norma bertujuan untuk mendapatkan pengertian mendasar dan menyeluruh agar menjadi landasan filsafat yang sesuai dengan keperibadian Bangsa,  a)Bersifat religius yang  mengenal adanya kebenaran mutlak dari Tuhan Yang Mahaesa (kebenaran religius) b)Memiliki arti praktis, sebagai pedoman hidup (way of life /weltanschaung)  Secara yuridis pancasila sebagi dasar filsafat negara Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia  Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, Mewujudkan cita-cita hokum, mengandung norma yang memelihara  kemanusiaan dan semangat UUD 1945 bagi penyelenggara Negara.  Pancasila sebagai dasar ideologi negara sudah sangat tepat untuk negara kebangsaan Indonesia yang multi ras, multi kutural, multi etnis, multi agama, dan daerahnya sangat luas. Sistem hukum nasional harus dibangun berdasarkan cita-cita bangsa, tujuan negara, cita hukum dan penuntun yan terkandung di dalam Pembukaaan UUD 1945 artinya tidak boleh ada produk hukum yang bertentangan dengan hal-hal tersebut. Sistem hukum nasional mencakup dimensi yang luas dalam konsepNegara Hukum Pancasila (penjelasan  UUDasar 1945). Hukum Nasional terdiri dari tiga sistim hukum, Kolonial, Adat dan Hukum Agama (Islam).  pancasila sebagai bangunan viramid paling atas adalah "Ketuhanan Yang Mahaesa" kemudian "Kemanusiaan yang adil dan beradab", kemudian "Persatuan Indonesia", kemudian "Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah kebilaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” dan "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia"  Sila Pertama Menjadi pancaran atas sila berikutnya, sila-sila yang lain tidak boleh bertentangan dengan sila yang pertama. Sistem hukum tersusun dari tiga unsur, yaitu Pertama Struktur Hukum, Kedua Substansi Hukum dan Ketiga Kultur Hukum, Setiap hukum Indonesia harus berdasarkan pancasila dan tidak bertentangan dengan sila pertama tentang ketuhanan, (tauhidullah)  Tuhidullah yang ada dalam system hukum nasional adalah system hukum Islam. Sebab system hukum colonial tidak dibangun berlandaskan tauhid, dan sistem hukum adat tidak dibangung berdasarkan tauhid (ideologi) Adat tetapai hanya merupakan consensus nilai dan norma. Maka hukum pidana Islam adalah bisa ditegakan di Indonesia karena sesuai dengan ideology pancasila yang memiliki nilai Tauhidullah berlandaskan kemaslahatan, Sistem Hukum Pidana Pancasila adalah:
 
3. Epistimologi Hukum Pidana Islam
Ilmu Hukum Pidana Islam adalah bagian dari ilmu fiqih, yang bersumber dari wahyu yang mathlu (al-Qur’an) dan wahyu yang ghaer mathlu (al-Hadits), termasuk katagori ilmu Fiqih Mu’amalah, hukum Pidana Islam tidak akan tegak kecuali dengan terbentuknya “Negara” ilmu hukum pidana Islam erat kaitannya dengan ilmu politik dan Tata Negara sebagai ilmu penyelenggara institusi Negara. Ilmu Hukum Pidana Islam temasuk bagian hukum Publik  yaitu hukum yang penegakannya membutuhkan penguasa (ulil amri) dengan sistematika  Filsafat ilmu Syari’ah dapat menggunakan dua pendekatan, pertama pendekatan kefilsafatan, kedua pendekatan empiris historis ilmu syari’ah itu sendiri, maka secara empiris historis dijumpai tiga pilar utama ialah Filsafat ilmu Syari’ah, metodologi ilmu syari’ah dan ilmu syari’ah atau ilmu fiqih. ilmu  syari’ah terapan yakni as-syiasah syariyah, dari ilmu terapan inilah lahir peranata social, kemudian muncul cabang ilmu agama Islam dengan label fiqih dan pranata social, menjadi kajian hukum dan pranata social sebagai institusi penerapan hukum islam praktis.  Filsafat ilmu syari’ah meliputi filsafat teoritis (al-hikmah al-nadzariyah) dan filsafat praktis (al-hikmatul amaliyah), metodologi ilmu syari’ah melahirkan ilmu ushul-fiqih, ilmu syari’ah melahirkan berbagai cabang yang kemudian disebut dengan fiqih Ibadah, fiqih mu’amalah, fiqih mawarits, fiqih jinayah dan serterusnya. Ilmu Syari’ah terapan melahirkan  fiqih siyasah  Syari'at Islam dalam kontek hukum Negara didunia Islam baik konstitusional ataupun yang lain secara umum adalah Fiqih, sementara itu fiqih tidak mungkin secara langsung menjadi hukum negara karena semua madzhab dalam islam melahirkan fikih yang bercirikan iktilaf (perbedaan) sementara hukum negara membutuhkan adanya aturan yang sama tidak dalam kontek iktilaf, Jalan keluar yang ditempuh adalah membuat kompilasi dan kodifikasi hukum Islam  Filsafat adalah suatu ilmu yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. ontology adalah  “segala  yang ada”  studi tentang yang ada pada dataran studi filsafat dilakukan oleh filsafat metafisika, Hukum pidana Islam pada eksistensinya bertujuan menciptakan kemaslahatan umum (maslahatu amah) derajat manusia sangat diperhatikan sekali, setiap penjatuhan hukum selalu berlandaskan preventif penegakan hukum pidana islam sebagai upaya membangun humanisme berlandaskan thelogi= al-Qur’an dan al-Sunah. Epistimologi Ilmu Hukum Pidana berdasarkan efistimimologi religious adalah ilmu yang berupaya menafsirkan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-hadits, yang berjalan sesuai dengan peradaban manusia maka hukum pidana Islam akan berjalan disetiap waktu dan keadaan, nash-nash hukum pidana Islam memerlukan intrepretasi sesuai dengan ruang dan waktu.
Ilmu Hukum Pidana Islam berdasarkan struktur hukum temasuk bagian hukum Publik yaitu hukum yang penegakannya membutuhkan penguasa(ulil amri) dengan sistematika sebagai berikut: Aksiologi Ilmu Hukum Pidana Islam membutuhkan filsafat hukum sebagai landasan oprasional yang dapat terwujud hukum yang humanis dan konstitusional. Hukum pidana Islam dalam aplikasinya diserahkan pada umatnya, nabi hanya memberikan batasan disebut Had. (“Hudud”)

4. Prinsip Hukum Pidana Islam dalam Pancasila
Perda syariat Islam telah menjadi wacana yang sangat menarik, signifikansi perda syariat bila ditinjau dari perspektif disiplin ilmu fikih dalam potret sejarah perjuangan penerapan syariat Islam di Indonesia. formalisasi syariat Islam telah mewarnai sejarah pembentukan negara kesatuan Indonesia. Kontroversi penerapan syariat Islam secara formal di Indonesia terus berlangsung Konstituante berdebat keras berkait dengan eksistensi syariat Islam dalam konstitusi. MPR mampu bersepakat untuk tidak memasukkan tujuh kata Piagam Jakarta di detik-detik akhir proses perubahan UUD 1945. Fenomena historis tersebut menjelaskan bahwa syariat Islam tidak diformalkan menjadi aturan konstitusi. Periode 1999-2002 bahkan mencatat, dukungan sosio-politik masuknya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam konstitusi jauh menurun dibandingkan dengan tahun 1945 dan 1956-1959. Namun itu bukan berarti syariat Islam tidak menjadi bagian hukum nasional. Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang tidak sedikit mengadopsi nilai-nilai hukum Islam, syariat Islam semakin marak di akhir 1980-an dan 1990-an. Lokalitas yang menjiwai menjamurnya perda syariat Islam secara formal telah mereduksi universalitas dan elastisitas ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, implementasi syariat Islam bersendikan prinsip-prinsip utama Islam, seperti keadilan, persamaan, kemaslahatan, kesejahteraan, dan hikmah-kebijaksanaan. Penerapan syariat Islam cukup problematis jika hanya memuat daftar hukum-hukum syariat zaman lampau yang belum tentu cocok untuk diterapkan di Indonesia  Cita–cita hukum nasional dalam penjelasan UUD 1945, sebagai berikut: 1)Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan. 2)Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3)Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. 3)Negara berdasar atas KeTuhanan Yang Mahaesa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila merupakan filsafat negara hasil kesepakatan dan perenungan para tokoh-tokoh Indonesia, kemudian dihayati dan merupakan perwujudan dari jiwa bangsa, sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Pancasila merupakan filsafat hidup ideologi moral negara yang harus dikembangkan dan dijadikan dasar untuk memberikan arah untuk dicapai dalam kehidupan nasional sesuai dengan kodrat manusia, rumusan pancasila termuat dalam Pembukaan UUD 1945 landasan kuat dan tumbuh subur dalam kehidupan manusia yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Fungsi Filsafat Pancasila adalah 1) Sebagai Pandangan Hidup 2)sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. 3)sebagai jiwa dan kepribadian Bangsa Indonesia. Syari’at Islam telah berlaku sejak adanya umat Islam, adalah jalan hidup menyangkut hukum tertinggi, yaitu kedaulatan Tuhan Yang Mahaesa, melalui prinsip hirarki dan elaborasi norma. mencerminkan keadilan berdasarkan Ketuhanan, terdapat dalam  syari’at Islam, nilai yang telah diadopsikan, menjadi hukum nasional berdasarkan Pancasila esensinya “Syari’at Islam”. Aktualisasi hukum Islam dalam bentuk peraturan yang berlaku bagi umat Islam, aktualisasi hukum Islam harus dilakukan secara sistemik 1)aktualisasi hukum Islam tidak hanya dengan pernyataan saja. 2)merumuskan prinsip-prinsip hukum sebagai acuan pengembangan sistem hukum nasional. 3)berdasarkan prinsip hirarki makna dan elaborasi Syari’at Islam, 4), hukum yang berlaku khusus bagi umat Islam dan yang berlaku umum sebagai hukum nasional proses selanjutnya adalah memperjuangkannya dalam proses legislasi nasional
Formalisasi/Legislasi hukum Islam dalam sejarah peradaban Islam terdapat pada riwayat Abu Zur’ah...[36] dari Sulaiman Ibn Habib bahwa Umar Ibn Abdul Aziz pernah menginginkan unifikasi hukum bagi masyarakat sipil dan militer, namun rencana itu belum terealisasi mengingat masing-masing daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Umar Ibn Abdul Aziz memerintahkan Abu Bakar Ibn Muhammad Gubernur Madinah untuk melakukan kodifikasi terhadap sunnah qauliyah dan sunnah amaliyah Nabi dan para sahabat. Umar Ibn Abdul Aziz berusaha mengkontruksi sunnah Nabawiyah menjadi sunnah Daulah (hukum negara) dan berlaku secara nasional, riwayat Ibn Habib mengindikasikan adanya politik taqnin istilah (tadwin).
Al-Walid Ibn Abdul Malik (86-96.H), pernah merencanakan unifikasi hukum, namun masih belum berhasil. Karena kegagalan tersebut, khalifah kemudian memberlakukan hukum yang sudah menjadi tradisi masyarakat, Ibn al-Muqaffa (138 H) menjelaskan argumen Umar tedapat perbedaan yang besar antara satu daerah dengan yang lain, Kufah dan Basrah, misalnya terdapat perbedaan signifikan dalam hukum pidana, perdata maupun hukum keluarga.
            Hukum nasional suatu negara merupakan gambaran dasar mengenai tatanan hukum nasional tatanan hukum nasional yang sesuai dengan masyarakat Indonesia adalah berdasarkan Pancasila. Sumber dasar Hukum Nasional, adalah kesadaran atau perasaan hukum masyarakat yang menentukan isi suatu kaedah hukum, dengan demikian sumber dasar tatanan hukum Indonesia adalah perasaan hukum masyarakat Indonesia yang terjelma dalam pandangan hidup Pancasila, Oleh karena itu dalam kerangka sistem hukum Indonesia, Pancasila menjadi sumber hukum. Politik Hukum Nasional adalah Politik hukum yang berkaitan erat dengan wawasan nasional yakni cara pandang bangsa Indonesia mengenai kebijaksanaan politik dalam rangka pembinaan hukum Indonesia, adapun arah kebijaksanaan politik dibidang hukum
Indonesia sebagai negara jajahan Belanda, seringkali mengadopsi instrumen hukum kolonial, salah satunya Penal Code (kitab hukum pidana). Indonesia dalam hukum pidana, belum mengalami perkembangan yang signifikan Ketika Indonesia merdeka hukum yang berlaku dalam bidang kedinasan adalah kitab undang-undang Hukum Pidana  yaitu Wetboek van strafreht sejak  tahun 1918 M, wetboek van strafrecht tidak berlaku di daerah tersebut, hanya pasal-pasal yang oleh undang-undang 1932 No.80 dinyatakan berlaku. norma-norma  ditemukan dari adat kebiasaan suatu masyarakat atau dalam ajaran keagamaan atau kesusilaan, misalnya dalam KUHP pasal 338 ditentukan “Siapa yang dengan sengaja membunuh orang lain dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun” demikian bunyi hukum pidana, sedangkan norma yang dilanggar berbunyi; “orang tidak boleh membunuh orang lain” norma ini berada dalam bidang hukum perdata, tetapi tidak ada suatu undang-undang bidang hukum perdata yang memuat kalimat ini, norma ini dapat ditemukan dalam adat kebiasaan dan dalam kitab al-Qur’an. dalam perngertian yang dinamis akan menjadi bahan baku hukum nasional yang menampakan wajah keindonesiaannya,
 Hukum Islam sebagai salah satu dari tiga bahan baku hukum nasional, secara konstitusional dengan lahirnya, garis-garis besar Haluan Negara (GBHN) 1999, produk konstitusional dalam era reformasi. Sejak 1977 pemerintah Indonesia telah membentuk sebuah tim yang bertugas menyusun konsep rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) Nasional, kinitengah dipersiapkan untuk dibahas di DPR, konsep RUU tersebut berasal dari KUHP lama, KUHP negara-negara lain, hasil symposium, seminar, lokakarya dan masuka dari berbagai kalangan. KUHP Indonesia yang sudah diperjuangkan selama 30 tahun, belum selesai. 
RUU KUHP mengakui adanya tindak pidana adat untuk lebih memenuhi rasa keadilan didalam masyarakat, suatu kenyataan bahwa dibeberapa daerah di tanah air masih terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis yang hidup dan diakui sebagai hukum didaerah yang bersagkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas hukum itu patut dipidana. Hakim dapat menerapkan sanksi berupa “kewajiban adat” yang harus dipenuhi oleh pelaku tindak pidana
5.Tranformasi Hukum Pidana Islam dalam RUU KUHP Nasional
"Tranformasi" berarti perubahan  bentuk, rupa, sifat keadaan  dan fungsi,[37] "tranformasi" merupakan gagasan akademis yang memiliki latar sosio–kultural dan historisnya sendiri, istilah tranformasi berasal dari subdisiplin ilmu ekonomi yaitu sosiologi pembangunan.[38] Pembahasan Tranformasi Hukum Pidana Islam adalah upaya perubahan bentuk hukum dalam esensi yang sama pada Rancangan Undang-undang  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Republik Indonesia.  RUU. KUHP  yang merupakan rancangan hukum nasional  harus mengadopsi  materi hukum Pidan  Islam  melalui tranformasi dalam upaya Dinamisasi dan objektivikasi hukum Pidana Islam di Indonesia. yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia Wawasan Nusantara dan wawasan kebangsaan. tetapi tidak terlepasas dari tujuan hukum pidana Islam . supaya tercapainya penegakan Hukum Pidana Islam sebagai Hukum yang Dinamis  dan objektif. (shalih li kuli zaman wal makan)
Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945 terdapat dualisme hukum pidana yang berlaku di Indonesia dan keadaan ini berlangsung hingga tahun 1958 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958. Undang-Undang tersebut menentukan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan semua perubahan dan tambahannya berlaku untuk seluruh Indonesia. Dengan demikian berlakulah hukum pidana materiil yang seragam untuk seluruh Indonesia yang bersumber pada hukum yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 yaitu “Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indice”, selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pada KUHP (WvS) selama ini tidak ada khusus mengenai delik agama, walaupun ada beberapa delik yang sebenarnya dapat dikategorikan juga sebagai delik agama dalam ketiga pengertian diatas. Delik agama dalam pengertian sub (a) banyak tersebar di dalam KUHP, seperti delik pembunuhan, pencurian, penipuan/perbuatan curang, penghinaan, fitnah, delik-delik kesusilaan (zina, perkosaan dsb.). Delik-delik sub (a) di alam KUHP itu belum tentu sama dan tidak mencakup semua perbuatan dosa/terlarang/tercela menurut ajaran atau norma-norma hukum agama. Delik agama dalam pengertian sub (b) terlihat terutama dalam Pasal 156a KUHP (penodaan terhadap agama dan melakukan perbuatan agar orang tidak menganut agama).
Oemar Senoadji memasukkan juga delik dalam Pasal 156-157 KUHP (penghinaan terhadap golongan/penganut agama; dikenal dengan istilah ”group libel”) ke dalam kelompok delik agama sub (b) juga. Adapun delik agama dalam pengertian sub(c), tersebar antara lain di dalam Pasal 175-181 dan 503 ke-2 KUHP yang meliputi:
1.Merintangi pertemuan/upacara agama upacara penguburan jenazah(Psl. 175)
2.Mengganggu upacara keagamaan danupacara penguburan jenazah (Psl.176);
3.Menertawakan petugas agama dalam menjalankan tugasnya yang diijinkan p.177-1
4. Menghina benda-benda keperkuan ibadah (Psl. 177 ke-2)
5. Merintangi pengangkutan mayat ke kuburan (Psl. 178);
6. Menodai./merusak kuburan (Psl. 179);
7. Menggali, mengambil, memindahkan jenazah (Psl. 180);
8.Menyembunyikan/menghilangkan jenazah untuk menyembunyikan kematian/kelahiran (Psl. 181);
9.Membuat gaduh dekat bangunan untuk ibadah atau pada waktu ibadah dilakukan (Psl.503 ke-2)
6. Reaktualisasi  Hukum Pidana Islam dalam Sistem  Hukum Nasional
Aktualisasi hukum Pidana Islam adalah suatu upaya untuk menciptakan suatu yang baru dalam menerapkan hukum berdasarkan kebutuhan masyarakat pada bidang Hukum Pidana Islam.  Perkembangan hukum Islam selalu mengalami kemajuan yang dinamis, sejak Masa Rasulullah (610–632 M) dengan turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad Saw mulailah  tasyri’ Islami. Umar Ibn Khatab dikenal sebagai imamul-mujtahidin beliau berijtihad “tidak menghukum pencuri dengan potong tangan” karena tidak ada illat untuk memotongnya. para sahabat pada zaman Khulafa’ur-Rasyidin, memakai ijtihad dengan berpegang kepada ma’quul an-nash dan mengeluarkan ‘illah  Pada Masa Amawiyah dan Abasiyah pembentukan fiqh Islami, hukum-hukum diambil dari dalil-dalil tafsili. Fuqaha sunni terbagi tiga, yaitu  pertama ahli ra’yi tokohnya, Abu Hanifah di Iraq, Kedua ahli hadits tokohnya Imam Malik di Hijaz, ketiga al-jam’u  tokohnya  al-Syafi’i.
Ibrahim Hosen seorang ahli hukum Islam Indonesia menawarkan langkah-langkah pembaharuan Hukum Pidana Islam, yang dilakukan dengan cara ijtihad dan menjadi intisari pembaharuan, dengan ijtihad dapat diadakan penafsiran dan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran yang zanni, dapat ditimbulkan pemikiran baru sebagai pengganti pemikiran ulama-ulama terdahulu yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman Sesuai dengan kaidah fiqih:[39]
Reaktualisasi Hukum Pidana Islam dalam Sistem  Hukum Nasional dilakukan sengan pembaharuan, yairu pengembangan hukum dengan menggunakan metode yang disampaikan oleh Ibrahim Hosen adalah: Pertama “Pemahaman baru terhadap Kitabullaha Kedua “Pemahaman baru terhadap Sunah”  Ketiga “Pendekatan ta’aqquli (rasional)  Keempat “Penekanan zawajir (zawajir dan jawabir)”Kelima “Masalah ijmak” KeenamMasalik al-‘illat (cara penetapan ilat)”KetujuhMasalih mursalah”  Kedelapan “Sadd az-zari’ah Sadd az-zari’ah” KesembilanIrtijab akhalf ad-dararain” Kesepuluh “Keputusan waliyy al-amr” Kesebelas “Memfiqhkan hukum qat’i”  Qishash menurut bahasa adalah "al-musyawah wa ta’adul" Qishash adalah hukuman yang sama dan seimbang dengan jarimah yang diperbuat. Diyat ialah harta yang harus diberikan pelaku jarimah qishash kepada pihak korban, Ibnu Qudamah menganjurkan supya menyebarkan sikap pemaafan, sebab pemaafan itu adalah shadaqah. Sehingga dengan banyak yang memafkan maka semakin sedikit eksekusi qishash, dalam tindak pdana qishash ada tanda kehidupan, artinya dengan adanya qishash tidak akan terjadi dendam, apalagi kalau keluarga korban memaafkan. Hudud jamak dari had adalah hukuman yang ditetapkan secara pasti sebagi haqullah (haq Allah)  ,Had  Sariqah (Pencurian,) Had  Zina Had Hirabah, Had Syarib Khamer. Had Ridah. Had Bagyu (Pemberontak) Hukuman jenis hudud dan kifarat dengan berbagai bentuknya selain hadd al-qadzaf,  had al-qadzaf  baru dapat dijatuhkan jika ada  tuntutan dari pihak yang dirugikan  (maqdzuf) dan menjadi gugur apabila maqdzuf mema'afkan  sedangkan yang termasuk katagori kedua ini pihak yang dirugikan dapat memaafkannya, hudud bisa terjadi pembaharuan, sesuai dengan tujuan hukum. Pada ta'zir pengadilan bertugas membuktikan terjadinya tindak pidana serta menjatuhkan hukumannya. Ulama fikih tidak memberikan aturan mengenai hak kepala negara untuk memberikan grasi terhadap pelaku tindak pidana jenis ta'zir adalah wujud pemaafan
Wilayah kesultanan Islam, telah berlaku hukum pidana Islam (sebagiannya masih bercampur dengan hukum adat) dijadikan bahan cemoohan karena dianggap bengis, kejam dan tidak manusiawi. Belanda ketika membuat kodifikasi hukum untuk penduduk Bumiputera, menyebutkan berbagai jenis kejahatan dan berdasar fikih Islam, sepeti Pepakem Tjirebon (I 75 8) dan Kompendium Freijer (I 760). 

Daftar Pustaka
A.Djazuli “Hifdz Ummah” Pidato Penganugrahan Gelar Dr Honoris Causa 2009
Abdul Qadir Audah “Tasri al-Jina’i al-IslamiDar al-Urubah
Abi Zur’ah Tarikh Abi Zur’ah al-Dimasyqi, Damaskus: Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, 1972, Dirasah wa Tahqiq Syukrullah Ni’matullah al-Qujani,
Ahmad Fathi Bahansi "Al-Uqûbat fi al-fiqhi Islami"  daar al-urubah Mesir 1961
Ahmad Ibnu Hanbal Musnad Ahmad  Nomor  6884 (CD kutub al-Tis'ah)
Ahmad Sukarja "Posisi Hukum Pidana Islam Dalam Peraturan Perundang-undangan dan Kontek politik hukum Indonesia" (dalam Pidana Islam di Indonesia) Firdaus 2001
Ali Abdurrahman "Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Islam dan kebijakan Pidana Di Indonesia" Program Pasca Sarjana UIN SGD Bandung  2007
Bonger, WA "Inleindeng tot de Criminologi" (Terj. RA. Koesnoen) "Pengantar Tentang Kriminologi" Pustaka Sarjana Cet ke tujuh 1996
Harun al-Rasyid "Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara" Jakarta UIPress 1983
Ibnu Taimiyah Majmu al-Fatawa " Jilid XV
Ichtianto "Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia" dalam Tjun Sumarjan "Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan" Remaja Rosdakarya 1991
Izz al-Dîn Ibn Abd Salâm "Qawaid  Ahkâm fî Mashalih Anâm" Tijariyah Mesir 
Ja'ih Mubarok "Hukum Islam Konsep Pembaharuan dan Teori Penegakan" Benang Merah 2006
Juhaya. S. Praja ," Filsafat hukum Islam" LPPM Unisba  1995
Lukman Ali  "Kamus Besar Bahasa Indonesia" edisi II Balai Pustaka 
Lukman Hakim Mudzafir "Pendekatan Tranformatif Paradigma Pembaharuan Islam Alternatif" Jurnal WACANA Studi Islam vol IV no.1 IAIN S. Ampel Surabaya 2004
Makhrus Munajat "Dekonstruksi Hukum Pidana Islam" Logung  Jogjakarta 2004
Moh.Taufiq."Qur'an in Word Ver 1.2.0 moh.taufiq@qmail.com
Muhammad Amin Suma  dkk  "Pidana Islam Di Indonesia Peluang Prospek dan Tantangan" Pustaka Firdaus Jakarta 2001
Muhammad Said al- Asmawi "Al-Syari'ah al-Islamiyah wa al-qanun al-Misriyah" (Terj: Saiful Ibad) "Problemartika & Penerapan Syari'at Islam dalam Undang-Undang" Gaung Persada Ciputat Jakarta 2005
Peter Mahmud Marzuki “Penelian Hukum” Prenada Media Jakarta 2005
Qodri Azizi"Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam&Hukum Umum" Jakarta 2004.
Rahmat Ritonga, Ensiklopedi Hukum Islam ed.A.Aziz Dahlan, Jakarta 1977
Ridhwan al-Sayyid, al-Fiqh wa al-Fuqaha’ wa al-Daulah “Shira’ al-Fuqaha’ ‘ala al-Shulthah wa al-Shulthan fi al-‘Ashri al-mamluki, majallah al-Ijtihad. Hasan al-Turabi, Qiraah Ushuliyah fi al-Fiqh al-Siyasi al-Islami, Buhus wa Dirasat...
Romli A "Teori dan Kapita Selekta Kriminologi" Refika Aditama Bandung
Roni Haditio sumitro“Metodologi penelitian Hukum dan Jurimetri” Galia Indonesia 1990.
Satjipto Raharjo “Hukum dan Perubahan Sosial” Alumni Bandung 1983
Soejono Soekanto& Sri Mahmudji “Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat Raja Grafind 2007
Sudarto “Metodologi Penelitian Filsafat”  Grafindo persada Jakarta 1996 h.62
Supomo "Sistem Hukum di Indonesia sebelum Perang Dunia ke II"  Jakarta 1982
Titus etc "Living Issues in Philosohy" (alih Bahasa HM Rasjidi "Persoalan Persoalan Filsafat) Bulan Bintang Jakarta 1984
Topo Santoso"Membumikan Hukum Pidana Islam" " Gema Insani Jakarta 2003
Umar Sihab "Hukum Islam dan Objektivikasi Pemikiran" Semarang 1996
Umar Syihab Hukum Islam dan Objektivikasi pemikiran D.Utama Semarang 1996




Biodata Penulis
Syahrul Anwar, adalah Dosen Fakultas syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Latar belakang pendidikan adalah: SDN (1986),  MTs (1989), Madrasah Aliyah (1992), S-1. Perbandingan Madzhab Fakultas Syari’ah IAIN SGD Bandung (1996), S-2  Hukum Islam dan Pranatan Sosial IAIN SGD Bandung (2001) dan S-3 Hukum Islam UIN SGD  Bandung 2009. Aktivitas penulis,- mengabdi sebagai Dosen Luar Biasa (LB) di Fakultas Syariah IAIN Bandung (1997-2000), -Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di IAIN “SGD” sebagai Tenaga administrasi di UPT Perpustakaan (2001-2003) -Menjadi Dosen Tetap di Fakultas Syari’ah dan Hukum (2003-samapai sekarang). 
 Karya ilmiyah yaitu: a)Jurnal Teori Maqashid Adliah 2007, Taqnin Sebagai Estafeta Hukum Islam” Adliyah 2008, “Hakikat Ontologi Hukum Pidana Islam” Mimbar Studi 2009, sistem Hukum Pidana Islam” Mimbar Studi 2009 b) Penelitian, Kehujahan Mafhum Mukhalafah bi as-shifafah menurut Abu Hanifah dan Imam Malik (1996), Aplikasi Konsep al-Maslahah al-Mursalah dalam Hukuman Penjara di Lembaga Pemasyrakatan dalam hukum Pidana Islam (studi Analisis terhadap Pemikiran Imam Malik) (2001), Peran FOSIRU dalam Masyarakat Ciseeng Bogor BALITBANG DEPAG Jakarta (2004), Tranformasi Hukum Pidana Islam Kedalam Hukum Pidana Nasional DIPA (2007), Hakikat Manusia dan Eksistensi Hukum Pidana Islam dalam sistem hukum Pidana Nasional (2009) c)Buku-buku, Sejarah Perjuangan Umat Islam, (2006), Sejarah Peradaban Islam (2008), Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih Untuk Jurusan Administrasi Negara (2009). Editor Teori-Teori Hukum Suatu Telaah Perbandingan dengan Pendekatan Filsafat 2009.



[1] Titus etc "Living Issues in Philosohy" (alih Bahasa HM Rasjidi "Persoalan Persoalan Filsafat) Bulan Bintang Jakarta 1984 h 41
[2] Surat al-Ahzab ayat 72
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur šú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_  
     "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat  kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh"  Moh. Taufiq. "Qur'an in Word Ver 1.2.0  moh.taufiq@qmail.com taupQProduct ym id: mtaufiq.rm
[3] 'Izz al-Dîn Ibn Abd Salâm "Qawaid  Ahkâm fî Mashalih Anâm" Tijariyah Mesir  h. 10-12 
[4]  Juhaya S. Praja "Filsafat Hukum Islam" LPPM UNISBA Bandung 1995 h.32
[5] Muhammad Said al-Asmawi "Al-Syari'ah al-Islamiyah wa al-qanun al-Misriyah" (Terj:Saiful Ibad) "Problemartika & Penerapan Syari'at Islam dalam Undang-Undang" Gaung Persada Jakarta 2005 h 120
[6] Ahmad Ibnu hanbal .  Musnad Ahmad  Nomor  6884 (CD kutub al-Tis'ah)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ
[7] Ibnu Taimiyah Majmu al-Fatawa " Jilid XV H428-429 sebagaimana dikutif oleh Juhaya S. Praja Filsafat Hukum Islam" loc cit h 33  
[8] Bonger, WA "Inleindeng tot de Criminologi" (Terj. RA. Koesnoen) "Pengantar Tentang Kriminologi" Pustaka Sarjana Cet ke tujuh 1996 h 75
[9] Romli A "Teori dan Kapita Selekta Kriminologi" Refika Aditama Bandung h 3
[10] الشريعه كلها مصلحه
[11]  Juhaya. S. Praja ," Filsafat hukum Islam" LPPM Unisba  1995 h 100
[12] A.Djazuli “Hifdz Ummah” Pidato Penganugrahan Gelar Dr Honoris Causa 2009
[13] Abdul Qadir Audah “Tasri al-Jina’i al-Islami” dar al-Urubah h 205-206
[14] Ahmad Fathi Bahansi "Al-Uqûbat fi al-fiqhi Islami"  daar al-urubah Mesir 1961 h 9
[15] Qodri Azizi"Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam&Hukum Umum" Jakarta 2004.h.2
[16] Supomo "Sistem Hukum di Indonesia sebelum Perang Dunia ke II"  Jakarta 1982
[17] Rahmat Ritonga, Ensiklopedi Hukum Islam ed.A.Aziz Dahlan, Jakarta 1977 h. 1488
[18] Umar Syihab Hukum Islam dan Objektivikasi pemikiran D.Utama Semarang 1996 h 14
[19] Ahmad Sukarja "Posisi Hukum Pidana Islam Dalam Peraturan Perundang-undangan dan Kontek politik hukum Indonesia" (dalam Pidana Islam di Indonesia) Firdaus 2001 h.219
[20] Surat al- Maidah ayat 44.
W `tBur... óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ 
[21] Di Indonesia yang pertama menggunakan teori Talcott Parson untuk menjelaskan  hukum dalam masyrakat adalah Harsja W. Bahtiar yang disampaikan pada symposium hubungan timbalbalik antara hukum dan kenytaan masyarakat 1976 dengan menggunakan buku Parsons The social Sistem” Satjipto Raharjo “Hukum dan Perubahan Sosial” Alumni Bandung 1983 h.25
[22] Penjelasan UUD 1945 "Sistem Pemerintahan Negara" dalam Harun al-Rasyid "Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara" Jakarta UIPress 1983 h.15
[23]Ahmad Fathi Bahansi   Al-Uqûbat fi al-fiqhi Islami"  daar al-urubah h 13)
[24] Ja'ih Mubarok "Hukum Islam Konsep Pembaharuan dan Teori Penegakan" Benang Merah 2006 h.129. Lihat Ichtianto "Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia" dalam Tjun Sumarjan "Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan" Rosdakarya 1991 h.114-115.  Juhaya S. Praja "Filsafat Hukum Islam " op.cit h.134
[25]  Sudarto “Metodologi Penelitian Filsafat”  Grafindo persada Jakarta 1996 h.62
[26] Roni Haditio sumitro“Metodologi penelitian Hukum dan Jurimetri” Galia Indonesia 1990.h.11 lihat. Soejono Soekanto& Sri Mahmudji “Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat Raja Grafind 2007 h 14
[27] Peter Mahmud Marzuki “Penelian Hukum” Prenada Media Jakarta 2005 h.132-137
[28] Hazairin dan sayuti Thalib
[29] Umar Sihab "Hukum Islam dan Objektivikasi Pemikiran" Semarang 1996 h.109-117
[30]Muhammad Amin Suma  dkk  "Pidana Islam Di Indonesia Peluang Prospek dan Tantangan" Pustaka Firdaus Jakarta 2001
[31] Ibid
[32] Ibid
[33] Topo Santoso"Membumikan Hukum Pidana Islam" " Gema Insani Jakarta 2003
[34]Makhrus Munajat "Dekonstruksi Hukum Pidana Islam" Logung  Jogjakarta 2004
[35]Ali Abdurrahman "Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Islam dan kebijakan Pidana Di Indonesia" Program Pasca Sarjana UIN SGD Bandung  2007
[36]Abi Zur’ah Tarikh Abi Zur’ah al-Dimasyqi, Damaskus: Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, 1972, Dirasah wa Tahqiq Syukrullah Ni’matullah al-Qujani, h.I-202. Lihat Ridhwan al-Sayyid, al-Fiqh wa al-Fuqaha’ wa al-Daulah “Shira’ al-Fuqaha’ ‘ala al-Shulthah wa al-Shulthan fi al-‘Ashri al-mamluki, majallah al-Ijtihad. Hasan al-Turabi, Qiraah Ushuliyah fi al-Fiqh al-Siyasi al-Islami, Buhus wa Dirasat...
[37] Lukman Ali  "Kamus Besar Bahasa Indonesia" edisi II Balai Pustaka  h 1070
[38] Lukman Hakim Mudzafir "Pendekatan Tranformatif Paradigma Pembaharuan Islam Alternatif" Jurnal WACANA Studi Islam vol IV no.1 IAIN Sunan Ampel Surabaya 2004 h 21
[39] Al-Islam Salih Li Kulli Zaman Wa Makan dan Tagayyur Al-Ahkam Bi Tagayyur Al-Amkinah Wa Al-Zaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar